Menyongsong Millenium ketiga dengan Koperasi

Menyongsong Millenium Ketiga dengan Koperasi yang Sehat & Ideal

Di tengah-tengah kesiapan bangsa Indonesia menyongsong datangnya millenium ketiga, konsepsi pengembangan perkoperasian Indonesia menempati posisi yang semakin menarik. Daya tariknya, tidak hanya pada sifat ganda yang melekat pada lembaganya, tetapi juga pada eksistensi nilai dan prinsip-prinsip yang menjiwainya dalam kancah persaingan global yang semakin tajam. Sifat ganda pada koperasi, menurut UU Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian, antara lain dicirikan oleh bentuknya sebagai badan usaha sekaligus sebagai pengguna jasa. Dengan sifat gandanya itu tujuan koperasi tidak hanya untuk menyejahterakan kehidupan anggotanya, tetapi juga untuk mendorong tumbuhnya partisipasi dalam mewujudkan demokrasi ekonomi. Oleh karenanya

Visi masyarakat koperasi dunia dalam menghadapi millennium ketiga, sebagaimana hasil Kongres 100 tahun International Cooperative Allaince (ICA) di Manchester 1995, adalah bahwa perekonomian akan memerlukan lebih banyak unsur percaya pada diri sendiri, demokratis dan partisipatif agar setiap orang lebih mampu menguasai kehidupan ekonomi dan sosialnya. Di samping itu dalam melaksanakan kegiatannya, koperasi juga dilandasi oleh nilai dan prinsip-prinsip yang mencirikannya sebagai lembaga ekonomi yang sarat dengan nilai etika bisnis.

Nilai nilai koperasi yang dirumuskan dalam Kongres ICA tersebut antara lain menolong diri sendiri, solidaritas, kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab sosial dan peduli kepada orang lain , banyak kalangan yang meragukan daya tahan koperasi. Sebab, nilai etis semacam itu dianggap sebagai beban, sehingga berpotensi melemahkan daya saing koperasi. Sementara itu badan usaha lainnya, diasumsikan hanya berorientasi tunggal yakni menghasilkan keuntungan sebanyak-banyaknya, sehingga dapat bekerja lebih luwes dan dinamis serta memiliki daya saing yang lebih kuat.

Kita perlu mengingat apa yang pernah disampaikan bung Hatta : keterbelakangan bangsa Indonesia sebagai akibat dari bekerjanya sistem ekonomi dan politik yang bekerja dalam lingkup dunia kapitalisme. Eksploitasi kekuatan kapitalisme dunia itu telah menjadikan Indonesia sebagai a huge estate (perkebunan besar) dan menjadikan Indonesia hanya berfungsi sebagai wilayah pengekspor produk-produk pertanian. Sebagai akibatnya, aktivitas produksi di Indonesia tidaklah ditujukan untuk kebutuhan konsumsi domestik, melainkan complately gaered to the world market (disesuaikan sepenuhnya untuk pasar dunia).

Pemerintah sendiri dalam mengembangkan Gerakan Koperasi menggunakan 3 tahap pendekatan : Ofisialisasi, Deofisialisasi & Otonomi.

Tahap ofisialisasi, pemerintah secara sadar mengambil peran besar untuk mendorong dan mengembangkan prakarsa dalam proses pembentukan koperasi. Lalu, membimbing pertumbuhannya serta menyediakan berbagai fasilitas yang diperlukan. Sasarannya adalah agar koperasi dapat hadir dan memberikan manfaat dalam pembinaan perekonomian rakyat, yang pada gilirannya diharapkan akan menumbuhkan kembali kepercayaan rakyat sehingga mendorong motivasi mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan koperasi tersebut.

Deofisialisasi ditandai dengan semakin berkurangnya peran pemerintah. Diharapkan pada saat bersamaan partisipasi rakyat dalam koperasi telah mampu menumbuhkan kekuatan intern organisasi koperasi dan mereka secara bersama telah mulai mampu mengambil keputusan secara lebih mandiri.

Tahap otonomi. Tahap ini terlaksana apabila peran pemerintah sudah bersifat proporsional. Artinya, koperasi sudah mampu mencapai tahap kedudukan otonomi, berswadaya

Dalam menyongsong millennium 3 ini koperasi harus mampu bersaing dengan badan usaha lain dengan menerapkan & melaksanakan prinsip-prinsip dasar koperasi

Secara umum prinsip-prinsip yang dimaksud itu terdiri dari :

1. Kwalitas Keanggotaan Koperasi.

Status anggota koperasi sebagai suatu badan usaha adalah pemilik sekaligus sebagai penggunanya. Sebagai pemilik mereka harus memenuhi hak dan kewajiban sesuai dengan Undang-undang perkoperasian yang ada. Sedangkan sebagai pengguna mereka harus secara sadar dan rasional menggunakan dengan maksimal pelayanan yang diselenggarakan oleh koperasi. Apabila koperasi belum mampu memberikan pelayanan yang baik maka anggota harus berusaha untuk memampukannya.

Dari uraian di atas jelaslah bahwa keanggotaan koperasi merupakan basis bagi perkembangan, pemantapan maupun kelanjutan hidup usaha koperasi. Sebagai konsekuensinya, keanggotaan koperasi haruslah terdiri dari orang-orang yang dapat memenuhi persyaratan kwalitas tertentu dan mempunyai kepentingan ekonomi yang sama. Kwalitas keanggotaan tersebut selanjutnya akan sangat berpengaruh pada organisasi, manajemen dan usaha dari koperasinya.

Dalam hubungan tersebut di atas, kwalitas anggota koperasi dapat diklasifikasikan menjadi 3 :

· calon,

· mitra,

· anggota penuh.

Calon anggota adalah mereka yang berhubungan dengan koperasi sekedar memerlukan pelayanan dan hanya memiliki keterlibatan dan kemampuan yang terbatas pada pelayanan.

Mitra adalah mereka yang telah sadar untuk melibatkan dirinya lebih aktif di dalam koperasi karena merasakan manfaat dari koperasinya.

Anggota penuh. Adalah mereka telah menunjukan keterlibatan serta tingkat kemampuan usaha yang lebih tinggi dan bersedia ikut menanggung resiko serta menunjukan loyalitas terhadap koperasinya sebagai badan usaha.

Bagaimana dengan kualitas anggota koperasi yang kita miliki bersama ?? KSP Artha Darma Lestari ( Boyolali ), KSP Bina Artha Lestari ( Gunung kidul ), KSU Pasar Tani Alami ( Boyolali ), KSU Jatirogo ( Kulon Progo ) apakah sudah berkualitas keanggotaannya ??? apakah sudah berlaku sebagai pemilik dan pengguna ?? semoga kita semua menjadi anggota penuh dan terlibat aktif serta berpatisipasi bersama-sama dalam memajukan usaha koperasi kita..

2. Keterkaitan Usaha

Kegiatan usaha koperasi yang utama adalah usaha yang terkait dan memenuhi tuntutan dari para anggotanya. Namun demikian apabila masih terdapat kelebihan kapasitas [excess capacity] sumber daya yang dimiliki maka dapat dilakukan usaha dengan pihak bukan anggota. Hal ini dilakukan untuk dapat menurunkan biaya per-unit usaha di samping untuk menciptakan daya tarik non-anggota untuk menjadi anggota. Namun demikian usaha dengan non-anggota tidak boleh mendominasi dan atau mengurangi mutu pelayanan koperasi kepada anggotanya.

3. Organisasi dan Manajemen Koperasi

Dalam rangka pengembangan kegiatan usaha, orientasi manajemen harus diwujudkan dalam urutan prioritas sebagai berikut:

· Peningkatan pelayanan uasaha yang memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada anggota berupa produktivitas dan nilai tambah usaha anggota [service at cost].

· Memperbesar pendapatan dan memperkecil pengeluaran untuk menciptakan sisa hasil usaha [SHU] guna menjaga kelangsungan dan pengembangan pelayanan usaha tersebut di atas.

Untuk itu diperlukan struktur organisasi yang mengikuti beberapa ketentuan dasar, yaitu: Rapat anggota; Pengurus dan badan Pemeriksa; Manajer dan Staf pelaksana yang profesional. perlu dikenali dengan jelas tanggung jawab, kewenangan dan lingkup kegiatan antara Rapat Anggota, Pengurus dan BP., masing-masing unsur manajemen tersebut di atas mempunyai lingkup keputusan [decision area] yang berbeda, walaupun masih ada lingkup keputusan yang dilakukan secara bersama [shared decision area].

Lingkup bidang keputusan bagi masing-masing unsur manajemen koperasi sebagai badan usaha dilaksanakan sebagai berikut:

· Rapat anggota sebagai badan tertinggi dalam koperasi di mana setiap anggota mempunyai hak suara yang sama akan melakukan evaluasi prestasi dari tahun sebelumnya dan menetapkan arah dan kebijakan dasar manajemen yang menyeluruh bagi koperasi di masa berikutnya.

· Pengurus dan badan pemeriksa bertanggung jawab mengambil keputusan yang menyangkut kebijakan strategis berdasarkan keputusan Rapat Anggota dan bertanggung jawab mengendalikan pelaksanaannya.

· Manajer dan karyawan adalah pelaksana teknis operasional yang dengan jelas memiliki kebebasan untuk mengambil keputusan dan melaksanakan operasionalnya dalam batas-batas wewenang yang dilimpahkan oleh pengurus.

4. Permodalan Koperasi

Adapun struktur permodalan koperasi sebagai badan usaha pada prinsipnya dapat dikembangkan dalam dua jenis bentuk permodalan, yaitu:

o Modal sendiri.

o Modal pinjaman.

Modal sendiri dapat dikembangkan dari:

o Simpanan pokok dan wajib dari iuran para anggota Cadangan yang diperoleh dari sisi hasil usaha.

o Donasi.

o Saham/sertifikat.

Sehubungan dengan modal sendiri tersebut, maka koperasi agar benar-benar dapat menjadi suatu badan usaha yang mandiri dan tangguh harus berupaya untuk meningkatkan modal sendiri guna mendapatkan struktur permodalan yang sehat.

Sedangkan modal pinjaman dapat diperoleh dari:

a. Anggota, yang berupa tabungan dan simpanan suka rela.

b. Pemerintah, berwujud pinjaman atau penyertaan modal.

c. Lembaga keuangan bank maupun non bank.

d. Pihak ke III lainnya.

5. Sisa Hasil Usaha [SHU]

SHU bukan prioritas utama tujuan usaha koperasi, namun SHU merupakan faktor yang penting dan harus diwujudkan. SHU bagi koperasi merupakan satu sumber penting dari pemupukan modal sendiri. Pemupukan modal sendiri tersebut akan lebih meningkatkan efisiensi dan memperkokoh kemandirian koperasi dalam rangka mengembangkan pelayanan usaha yang dapat memberikan manfaat yang sebesarbesarnya kepada anggota.

Di samping itu, SHU hendaknya merupakan daya tarik bagi anggota untuk meningkatkan partisipasinya dalam koperasi. Untuk mewujudkan hal tersebut di atas, maka pembagian SHU dilaksanakan atas dasar sistem Pola Pembagian SHU [Member’s Patronage Refund]. Besar kecilnya SHU yang menjadi hak anggota akan tergantung pada partisipasi usaha anggota.

6. Kerjasama

Dalam hal efisiensi internal, koperasi sudah harus mencapai tingkat maksimal. Karena itu diperlukan pengembangan organisasi yang berorientasi ke luar agar dapat mengembangkan lebih lanjut efisiensi yang dimaksud. Untuk itu diperlukan proses keterkaitan yang integratif dalam bentuk kerjasama, baik antar-koperasi sendiri maupun dengan BUMN dan swasta, secara vertikal maupun horisontal.

Sehubungan dengan hal tersebut integrasi antar-koperasi dapat dilakukan dengan pembentukan koperasi sekunder yang harus dilandasi kepentingan tingkat ekonomi tanpa harus mensyaratkan kesamaan jenis koperasi tingkat dan wilayah. Dengan demikian usaha integrasi vertikal dapat memenuhi kebutuhan peningkatan upaya komersial yang tinggi. Di samping usaha integrasi vertikal, dapat juga dilakukan integrasi horisontal, yang dilakukan antarkoperasi primer agar dapat mengembangkan kegiatan bersama di bidang pemasaran, produksi maupun permodalan.

Selanjutnya integrasi vertikal dan horisontal juga dapat dilaksanakan melalui kerjasama koperasi dengan usaha milik Negara dan swasta sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar koperasi.

Dalam hubungan itu maka kerjasama tersebut harus diwarnai dengan etika bisnis dan kaidah-kaidah asas kekeluargaan; kaidah mana bertujuan untuk menjaga kerjasama agar memberikan kesempatan kepada semua pihak yang terlibat untuk dapat berusaha secara komprehensif, saling mendidik dan memperkuat serta memberikan keuntungan tanpa mematikan satu sama lainnya.

Bentuk kerjasama koperasi :

Bentuk pertama, dapat berupa kerjasama komplementer, dimana apabila terdapat kegiatan usaha koperasi yang tidak layak dikerjakan sendiri, maka koperasi dapat mengadakan kerjasama operasional [KSO] dengan pihak usaha milik negara maupun swasta yang kegiatan usahanya lebih layak untuk melaksanakan kegiatan tersebut, demikian pula sebaliknya.

Bentuk kedua, kerjasama substitutif yang merupakan kerjasama manajemen dan kepemilikan dengan titik beratnya adalah apabila koperasi karena satu dan lain hal belum mampu memilki dan melaksanakan manajemennya secara layak, maka untuk sementara waktu manajemennya digantikan oleh swasta atau BUMN. Selanjutnya apabila kondisi koperasi telah memungkinkan maka pihak swasta atau BUMN secara bertahap menyerahkan kembali seluruhnya atau sebagian kepemilikan dan manajemennya kepada koperasi.

Bentuk ketiga, adalah kerjasama secara kompetisi yang konstruktif. Yaitu, kesepakatan antara koperasi dengan swasta dan BUMN untuk bersaing secara sehat dengan mengembangkan seluas-luasnya prestasi dan produktivitasnya untuk mencapai kelayakankegiatan usaha masing-masing.

Kita bermimpi agar Koperasi yang kita miliki ( KSP & KSU ) dapat menjadi lembaga pengembangan kewirausahaan bagi para anggota dan secara spesifik menjadi:

(a) pusat layanan keuangan bagi anggota, khususnya petani & masyarakat pedesaan;

(b) tempat menyimpan & meminjam uang untuk kegiatan produktif

(c) lembaga pemasaran bagi hasil pertanian

Berbagai kendala yang masih dihadapi saat ini secara umum meliputi:

· kendala dalam mengakses maupun memperluas pasar dikarenakan banyaknya sumber-sumber pendanaan bagi masyarakat yang lebih murah dan beragam skim2 bantuan dari pemerintah.

· kendala dalam struktur permodalan maupun dalam mengakses sumber-sumber permodalan, partisipasi keanggotaan belum optimal

· kendala dalam bidang organisasi dan manajemen, untuk itu peningkatan kapasitas bagi anggota, pengelola, pengurus & pengawas harus secara terus menerus dilaksanakan

· kendala dalam perluasan jaringan usaha dan kerja sama usaha dengan sesama koperasi.

Karena itulah strategi pengembangan Koperasi dirancang untuk mengatasi kelemahan mutu SDM serta berbagai dimensi yang mengikutinya, menyangkut hal-hal berikut:

1. Pemasyarakatan dan pembudayaan kewirausahaan & pengembangan kegiatan ekonomi produktif sesuai dengan potensi local yang ada.

2. Peningkatan kapasitas & pengetahuan bagi pengurus, pengawas maupun pengelola serta pengetahuan perkoperasi bagi anggota,

3. Pengembangan jaringan usaha dan kerja sama dengan berbagai pihak yang bisa diharapkan…. ( pak-etho)